Senin, 01 Desember 2008

Komunikasi Pada Lansia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188)
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia “.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
2. Untuk mengetahui tata cara berkomunikasi pada lansia.
3. Dapat memberikan komunikasi terapeutik pada lansia.
4. Dapat membantu proses keperawatan pada lansia.

























BAB II
KOMUNIKASI PADA LANSIA

A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja, 1986 : 13)
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301)
Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik.

B. Tujuan dan Fungsi Komunikasi
a. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberaapa tujuan, antara lain :
1. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengerti
Sebagai komunikator kita harus menjelaskan pada komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan mengikuti apa yang kita maksudkan.
2. Dapat memahami orang lain
Kita sebagai komunikator harus mengerti benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan, jangan mereka menginginkan kemauannya.
3. Supaya gagasan dapat diterima orang orang lain
Kita harus berusaha agar gagasan kita dapat diterima orang lain dengan pendekatan persuasif bukan memaksakan kehendak.



4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu
Menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam, mungkin berupa kegiatan yang lebih banyak mendorang, yang penting harus diingat adalah bagaimana yang baik untuk melakukannya.

b. Fungsi Komunikasi
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut :
1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan dan pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar.
Agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain.
2. Sosialisasi dan penyediaan sumber ilmu pengetahuan.
Agar orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif mengerti akan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.
3. Motivasi.
Tujuannya yaitu mendorong orang untuk mementukan pilihan dan keinginanya.
4. Perdebatan dan diskusi.
Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik yang menyangkut kepentingan umum.
5. Pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk ketrampilan dan kemandirian dalam berbagai bidang.
6. Memajukan kehidupan dan menyebarkan hasil kebudayaan dan seni.
Mengembangan kebudayaan maksudnya yaitu mengembangkan kebudayaan serta imajinasi dan mendorong kreatifitas dan kebutuhan estetikanya.
C. Tahap Proses Komunikasi

Menurut Cutlip dan Center, komunikasi yang efektif harus dilaksanakan dengan melalui 4 tahap, yaitu:
a. Fact Finding
Menyarikan dan megumpulkan fakta dan data sebelum seseorang melakukan kegiatan komunikasi.
b. Planning
Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana tentang apa yang akan dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya.
c. Communication
Dalam melakukan komunikasi pada lansia sebaiknya menggunakan bahasa sehari-hari dan mudah dipahami serta dimengerti.
d. Evaluation
Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana hasil komunikasi tersebut dan kemudian menjadi bahan perencanaan untuk melakukan komunikasi selanjutnya.

D. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

Respon Perilaku juga harus diperhatikan, karena Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.

b. Prinsip Gerontologis untuk Komunikasi
• Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
• Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
• Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
• Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
• Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik.
• Berdiri di depan klien.
• Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
• Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
• Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
• Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
• Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.





















BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301)
Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik. Respon Perilaku juga harus diperhatikan, karena Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertaankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingka laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi denan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yan maknanya dipacu dan ditransmisikan.

B. Saran

1. Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam pemahamannya.
2. Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta : EGC.
Keliat, Anna. 1996. Hubungan Terapeutik. Jakarta : EGC.
Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC.
Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Anomin. 2004. Komunikasi Pada lansia. Diakses pada tanggal 07 November 2008 pukul 13.30 wib. Dari www.komunikasi lansia.com
Anomin. 2006. Komunikasi Terapeutik Lansia. Diakses pada tanggal 09 November 2008 pukul 10.30 wib. Dari www.e-psikologi.com